Selasa, 30 Juni 2015

Usai Sudah #Day30 (tamat)

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas tepat, seluruh pasien di ruang tunggu merasa galau, karena sudah sejak pagi menunggu tapi dokter belum juga muncul di tempat praktiknya. Berulang kali perawat meminta maaf karena dokter yang kami tunggu-tunggu itu sedang proses operasi di lantai atas di rumah sakit ini.

Seorang perempuan tua yang duduk di kursi roda menangis tersedu, pasien pasca operasi saraf kaki itu tak kuat menahan nyeri. Di sebelahku pasien pasca operasi saraf mata yang dibalut perban bagian atas telinganya, ia tampak membisu di antara dua pengantar yang bercakap-cakap denganku. Tepat duduk di sebelah kiriku perawat pribadiku yang sudah mulai boring. Berkali-kali dikeluarkannya tab dari dalam tasnya, kemudian sebentar-sebentar menyodorkan susu dan makanan lainnya padaku. Dalam situasi seperti itu aku tolak, aku malu saat Ramadhan harus melahap makanan di tempat umum. Di depanku mondar-mandir pasien yang sekasus denganku, pasien pasca operasi saraf tulang belakang. Semua pasien dan para pengantar tampak resah, tak biasanya jadwal dokter Zaky molor demikian lamanya.

Kulirik jam dinding, menunjukkan pukul setengah satu siang. Sekarang giliran lukaku yang resah. Aku paham kalau seperti itu tandanya dia sedang rindu sebutir analsik. Kacau! Aku belum makan siang, mana mungkin berani memasukkan obat itu ke tubuhku. Akhirnya kucari tempat persembunyian untuk bisa melahap sepotong roti dan sekotak susu, di lorong rawat inap ruang bersalin. Haha.. ini sangat lucu, orang pasti akan mengira aku akan melahirkan atau apalah, ah biar saja, semoga menjadi doa.

Pukul satu siang, tampaknya dokter sudah datang. Namaku dipanggil seorang perawat di urutan nomor empat. Dokter spesialis bedah sarafku itu menanyakan perkembanganku. Perban yang menutupi luka bekas operasiku dibuka perlahan. Lagi-lagi kurasakan ketakutan luar biasa. Pinggiran lukaku ditepuk-tepuk, sedikit geli tapi memang sudah tidak sesakit saat awal operasi. Kata dokter Zaky luka luar sudah kering, maka tidak perlu diperban lagi dan mulai besok sudah boleh mandi. Ada lagi yang disampaikan kepadaku, nanti aku sudah bisa berlebaran tanpa sakit, aku dinyatakan sembuh dan tak perlu kontrol lagi dalam waktu dekat, kecuali jika ada keluhan. Aku boleh kembali satu bulan lagi untuk dievaluasi. Hal yang belum boleh aku lakukan adalah; membungkuk, menggendong dan mengangkat beban. Kata dokter, luka luarku sudah sembuh. Hah? Aku sembuh? Ingin melompat tinggi atau sujud syukur, tapi sayangnya dua aktivitas itu tak bisa kulakukan mengingat ketakutanku jika nyeri itu muncul.

Pulang dari rumah sakit dalam keadaan luka tanpa dibalut perban. Di dalam mobil aku letakkan bantalan kursi tepat di belakangku. Luka ini terasa nyeri. Subhanallah dokterku yang menyuplai kami dengan sugesti itu benar-benar menggemaskan, masa sih masih terasa sakit begini dibilang sembuh?, nyeri ini masih kerasan. Dan barangkali masih butuh waktu sebulan lagi untuk mengeringkan luka dalam. Melihat aku masih merasakan nyeri, papa tidak tega membiarkan luka bekas operasiku terbuka, akhirnya ditutup lagi dengan perban, dan aku masih belum boleh mandi.

Hari ini, akhir Juni yang manis. Pagi-pagi aku sudah mulai menyeka badanku secara mandiri. Pagi yang segar, sambil menunggu diantar papa menuju tempat kerjaku, kembali kuputar puisi bulan Juni.

Juni ini sangatlah istimewa. Untuk mendedikasikan indahnya bulan Juni, kusempatkan pagi ini untuk merecord musikalisasi puisi hujan bulan Juni, yang rencananya akan aku unggah di soundcloud. Tapi soundcloudku saat ini sedang error, mungkin aku akan mengunggahnya di youtube, kalau tidak sempat cukup di facebook. Halah, mungkin lebay ya. Hihii.

Hari ini di tempat kerjaku, kutemukan cinta yang lama kurindukan. Anak didik kami memang belum masuk, tapi gelak tawa rekan-rekan kerjaku menjadi obat dari segala obat. Aku merasa benar-benar sehat bertemu mereka. Hari ini aku membantu mereka menghias kelas dengan menggambar asesorisnya, dan dari tahun ke tahun menghias kelas, menyusun program lembaga, memimpin rapat dewan guru bahkan bercanda dalam keadaan duduk, berdiri, berjalan bahkan tidur kulakukan sambil bermesraan dengan HNPku yang sekian lama kupelihara. Hari ini aku benar-benar merasakan bahwa nyeri yang ada hanyalah nyeri bekas operasi. Ingin sekali kuletakkan keningku sebentar saja untuk sujud syukur, tapi aku belum dibolehkan membungkuk, shalatku saja masih sambil duduk.

Ashar terakhir di bulan Juni, dalam isyarat sujudku, lagi-lagi pipiku sudah basah. Allahu Akbar segala puji hanya milikMu, semoga derita hernia nucleus pulposusku benar-benar telah Kautamatkan. Cukup sampai di sini, usai sudah percintaan kita HNPku..

Di IGASku, 30 Juni 2015

#KisahNyata untuk #NulisRandom2015 #Day30.

TAMAT..

2 komentar:

  1. Mantap, Bu
    Semoga benar-benar disembuhkan oleh-Nya. Dan untuk selanjutnya semoga selalu diberi kesehatan lahir dan batin. Salam literasi.

    BalasHapus
  2. Aku juga kena hnp tpi gak tau hrus gmna mau operasi takut kata org* 50:50
    Gak tau rs yg mana yg byasa opetasi hnp byaya agan hbis brapa

    BalasHapus