Minggu, 28 Agustus 2016

WAHN STADIUM EMPAT

WAHN STADIUM EMPAT

Salah satu pertanyaan peserta acara kajian tadi pagi membahas tentang kegelisahannya pada kematian.
Saya yang kebetulan mendampingi moderator saat itu ingin sekali menjawab panjang lebar. Tapi tak sanggup. Lagi-lagi iya, menahan duduk lesehan bisa selama itu tanpa usrek adalah prestasi yang luar biasa. Alhasil jawaban yang sudah saya siapkan harus rela saya simpan di saku tas, buat oleh-oleh pulangnya.😁

Sambil menahan perih, beberapa kali harus mendelete ketakutan tentang mati. Bersikap bahwa diri ini sehat tanpa pernah dihinggapi Hernia Nucleus Pulposus yang beberapa bulan lalu oleh dokter dinyatakan sembuh.

Sembuh?
Sembuh sementara dari kegelisahan mungkin iya. Semakin memasrahkan segala takdir, dan ikhtiar tipis-tipis menjadi pengobat segala perih yang ada. Jika benar sembuh, Alhamdulillah. Maka tak ada lagi kalimat panjang yang terekam di kepala bahwa; operasi satu tahun lalu yang kujalani gagal total.
Faktanya? Tak ada perubahan sebelum dan setelah operasi. Jadi, mau diulang lagi? 😁

Allah tak pernah tidur dengan perih ini, dengan rasa sayangnya menitipkan sakit yang tak bisa terikhsas oleh orang lain. Menahan 24 jam perih luar biasa untuk tetap tertawa, bernyanyi, bercerita, seolah saya benar-benar tak pernah dititipi duka. Benar kalau ada yang mengatakan, jika sebagian besar dari hidup yang saya jalani adalah drama. Drama horor 😁
Maka ketika ada masalah di depan saya; semua berasa kecil dan sangat kecil. Sebab tidak lama lagi barangkali mereka akan mengenal saya tinggal nama saja, tanpa raga.😐

Malam ini ketika duduk bersama Ibu, saya menanyakan pada Ibu, "kalau kucing kesayangannya mati bagaimana?"
Jawab Ibu; "ya nggak papa tho, kita tak ikut memiliki nyawanya."
Dan Ibu tersentak ketika kutanyakan; "kalau yang  diambil Allah nyawa anak Ibu bagaimana?"
"Jangan bilang aneh-aneh" jawab Ibu meningalkan percakapan kami. Saya menyahut refleks, "saya takut mati bu, tapi mungkin dengan mati semua sakit ini sudah tak ada lagi"
Pengen mewek. Tapi hihi.. aneh kalau seorPuput Yuliantianti harus mewek untuk urusan ini.

Jujurlah, sebenarnya saat ini Put.. kamu sedang menderita sakit WAHN stadium empat, penyakit yang mematikan keimanan. Mana tangguhmu? Mana keberanianmu menghadapi indahnya hidup seperti yang ada di dalam syair-syairmu?
Lupakah kau bahwa segala perih akan merontokkan dosa-dosa menggunungmu itu?
Apa bedanya kau dengan mereka yang tak pernah belajar tentang indahnya mempersiapkan kematian?
Lupakah bahwa sesungguhnya kita semua menunggu mati, dan sakit bukan satu-satunya penyebab datangnya mati?.
Masih juga kau takut dengan mati?

Kemudian saya membuka jawaban pertanyaan dari perserta kajian yang tadi pagi saya simpan rapi di saku tas. Benar, oleh-oleh yang satu ini terasa gurih..

Di kamar Ibu, 28 Agustus 2016
Allahku, ampuni kebodohanku..!!