Selamat pagi kau,
Lelaki yang pernah menjelma sebagai sayap bahagia,
Lelaki yang mengirim kecup pertama setelah Ayahku,
di hari aku dilahirkan Ibu.
Selamat pagi kau,
Yang kini cukup puas merupa butiran bening di pipiku.
Yang selalu memanggil rinduku kembali di tiap dua puluh tujuh Desembermu.
Hari ini,
entah keberapa kalinya kurasakan cintaku,
tak pernah sampai kepadamu.
Masih kuulurkan doa-doa panjangku
Untuk bahagiamu lelakiku.
Doa itu indah, masih terdengarkah?
Sampai hari ini,
Masih sering kurujuk cinta yang kautitipkan di dadaku.
Bahagia yang kaumekarkan di wajahku,
Seperti saat kau diamkan tangisku, ketika hatiku terluka di masa kecilku.
Kau,
Andai kita tak pernah lahir dari rahim yang sama,
Masih adakah rindu-rindu ini mengangkasa?
Andai dalam raga kita tak mengalir darah yang sama,
Masihkah terekam jejak cinta, di saat dunia kita sama?
Kau,
yang tertidur di bawah pusara itu, mimpi indahlah Abangku,
tunggulah kami di bawah rindang pohon rindu,
di sebuah tempat penantian temu..
Surabaya, 27 Desember 2015
For Abangku tercinta di 27 Desembernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar